Sunday, 6 May 2012

Cerpen Ibu: KEKUATAN DOA

Kekuatan Doa
 
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintangan untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah... penuh nanah
Seperti udara... kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas... Ibu... Ibu
Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri seluruh tubuhku
Dengan apa membalas... Ibu... Ibu
 
Cerpen Ibu Kekuatan Doa
Lagu berjudul “Ibu” karya sang legendaris musik Indonesia Iwan Fals memang sangat menyentuh bagi siapa saja yang mendengarnya. Tak luput pula bagi Muhammad Gadi Widjoyo seorang sarjana hukum yang sangat menyayangi seorang Ibunya. Yang ada dalam pikirannya adalah sebuah pertanyaan, apakah kamu pernah dan merasakan kasih sayang Ibumu?
“Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu. Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu” lirik ini baginya sangat mengingatkan sebuah klise kehidupan sesosok Ibu dan menyiratkan sebuah keinginan seorang anak kepada malaikat kecil itu. Tak terasa mendengar dan merasakan lirik demi lirik lagu itu, berbutir-butir air mengalir dan membasahi pipi Gadi. Lamunan demi lamunan ia lalui dengan tangisan, mengingatkan kasih sayang seorang Ibu yang menuntunnya menjadi seorang sarjana seperti sekarang, tetapi bukan tangisan yang dibutuhkan oleh seorang Ibunya melainkan doa dari seorang anak saleh yang dapat menuntunnya untuk menempuh jalan terindah yaitu di surga.
Hampir tidak mungkin Gadi hanya seorang anak dari kalangan berekonomi rendah bisa menjadi Sarjana Hukum apa lagi Ibunya hanya seorang buruh cuci yang gajinya hampir tidak mencukupi kehidupannya. Itu semua berkat doa seorang Ibu untuk anaknya, selain itu juga karena kegigihan dan usaha yang di lakukan oleh Gadi. Karena rasa sayang begitu besar yang dimiliki oleh Gandi maka apa yang selama ini dia lakukan hanya semata-mata untuk membahagiakan Ibunya.
Gadi sangat bersyukur memiliki Ibu berhati baja, berjiwa mulia. Mengajarkannya banyak hal untuk kekuatan hidupnya demi meraih masa depan. Suka duka itu semua bagian dari hidup. Kekuatan Ibunya menghadapi hidup atas nama cinta untuk anaknya. Sang anginpun hanya datang untuk menghembusnya, diapun pergi setelah sang daun harus gugur ke bumi rapuh terinjak.
Dia tidak lagi iri kepada teman-temannya yang memiliki keluarga sempurna, punya orang tua kandung yang lengkap dan hidup serba kecukupan. Ternyata, memiliki keluarga lengkap tidak menjamin mereka bisa berhasil hidupnya.
Banyak contoh di sekelilingnya, teman-teman sekolahnya yang naik turun mobil pribadi saat sekolah, ternyata tidak mendapat cukup kasih sayang orang tuanya yang jelas-jelas lengkap dan senantiasa bisa bersama mereka setiap saat. Banyak kebahagiaan semu teman-temannya yang tidak tau apa arti kasih Ibu.
Sejak duduk di pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah, Gadi selalu menjadai sisiwa terbaik di sekolahnya di bandingkan dengan temen-temannya. Berkali-kali ia selalu mendapat sanjungan dari guru-guru di sekolah maupun dari teman-temannya. Tidak sedikit pula beasiswa yang di dapatkannya, dengan adanya beasiswa inilah ia dapat melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi selain itu juga dapat mengurangi beban hidup Ibunya yang tidak lagi memikirkan beban biaya.
Sejak duduk di bangku kuliah, dia tidak lagi tinggal bersama Ibunya melainkan ia ikut tinggal dengan temannya di kos dekat kampusnya. Mengingat jarak dari rumah menuju kampus lumayan jauh. Semenjak ia menjadi mahasiswa di kampusnya ia jarang lagi pulang karena banyak tugas yang harus cepat di selesaikan. Di kampus Gadi selalu ikut menjadi aktifis muda di kampusnya.
Siang itu, Ibu Gadi sangat merindukan anaknya yang telah menjadi seorang yang mendiri. Pada sore harinya, sang Ibu mendatangi kos tanpa sepengetahuan Gadi. Tempat kos yang cukup sederhana namun nyaman untuk di tinggali. Tak lupa ia menitipkan beberapa bingkisan makanan kesukaan Gadi dan alat solat berupa sarung dan peci, selain itu ia juga menyelipkan Al-Qur’an kecil agar mengingatkannya untuk tetap ingat dan beribadah kepada Allah SWT. Saat teman kos Gadi keluar dari kamar, sang Ibu menitipkan beberapa bingkisan itu melalui teman yang di lihat umurnya tidak jauh dari Gadi.
            “Assalamualaikum...”
            “Waalaikumsalam...”
            “Maaf nak, bisa tolong titipkan ini untuk Gadi?”
            “Oh bisa bu, kalo boleh tau Ibu ini siapa yah?”
            “Ibu hanya orang yang dititipkan ini untuk Gadi”
 
Ibunya terpaksa berbohong, ia tidak ingin melihat orang lain melihatnya sebagai Ibu Gadi. Gadi adalah aktifis muda yang berbakat memiliki segudang prestasi yang ia pikir tidak pantas memiliki seorang Ibu yang hanya hidup sebagai seorang buruh cuci yang berpenghasilan tidak menentu.
Tanpa berpikir panjang dan tanpa melihat bagaimana perkembangan anaknya, sang Ibu bergegas pergi meninggalkan kos itu, dan di dalam hatinya walaupun ia tidak dapat bertemu dengan anaknya saat itu, sang Ibu selalu berdoa yang terbaik untuk anaknya.
Sore itu awan mulai gelap menyelimuti bumi, suara gemuruh petir mulai terdengar di sana sini. Satu demi satu, dikit demi sedikit awan mulai mengeluarkan butiran air hasil proses kondensasi di awan. Dengan terburu-buru sang Ibu memantapkan langkahnya untuk bergegas pulang, dari belakang terdengar suara yang memanggil dirinya tetapi dia tidak mempedulikannya.
            “Buuuuu, Ibuuuuuu ..........”
Saat suara itu semakin dekat, dan tiba-tiba memegang erat dan mencium tangan kanan sang Ibu, ternyata itu adalah Gadi.
            “Ibu kenapa gak ingin ketemu Gadi, tadi Gadi ada di dalam”
Dengan menatap dengan senyuman sang ibu membelai anaknya yang terlihat semakin besar dan dewasa.
            “Ibu tidak ingin teman-temanmu melihat aku ini Ibumu nak”
            “Kenapa Ibu berfikir seperti itu? Gadi tidak pernah malu memiliki Ibu seorang buru cuci, bagi Gadi Ibu adalah orang yang paling Gadi hormati”
            “Ibu berpesan kepada mu, jangan pernah tinggalkan ibadah kepada Gusti Allah, sesuai dengan nama mu Gadi yang artinya Allah adalah penuntunku”
            “Iya, Gadi janji Bu..”
Gadi tak menyangka begitu besar cinta Ibunya kepada dirinya. Air mata pun mengalir bersama dengan air-air hujan yang membasahi pipinya saat itu.
ððððð
Hari ini hari yang paling membahagiakan bagi Gadi dan teman-temannya karena hari ini adalah hari dimana ia akan diwisuda. Dengan Indeks Prestasi mencapai diatas 3,2 maka ia semakin yakin dengan ini Gadi akan membahagiakan Ibunya.
Awalnya ia ingin menuju kampus bersama Ibunya, karena sang Ibu tidak datang juga maka Gadi datang ke acara wisuda hanya dengan teman satu kosnya.
Setelah acara wisuda selesai ia langsung bergegas menuju rumah yang sangat sederhana, tempat dimana Gadi pelepas masa-masa kecilnya dan merasakan indahnya kasih sayang sorang Ibu. Saat ia memasuki ruangan sempit, terdengar suara lirih, lalu Gadi mendekat dan sang Ibu  berbisik.
            “Hari ini kamu wisuda, anakku telah jadi sarjana, doa ibumu terkabul nak maturnuwun Gusti..., Allahu Akbar..., Lailahaillah Muhammadarasulullah...
            “Ibuuuuuuu, Innalillahi wainnalillahi roji’un
 
Sakit yang menahun tak pernah dirasakannya, dia terus berjuang demi masa depan anaknya. Kini sakit itu telah hilang bersama raga, dan telah meninggalkan beberapa kisah mengenai nilai hidup dan perjuangan kepada anaknya. Tanpa rasa mengeluh ia lakukan hanyalah untuk anaknya dan juga dia tidak pernah meratapi kemiskinan yang dialaminya. Kemiskinan bukan untuk diratapi tetapi untuk di hadapi.
Ibu tidak pernah menangis di depan kita, kalau pun ingin menangis dia selalu menahan air matanya di depan kita, dia selalu menguatkan kita dengan kata-kata indah, tidak ada seorang Ibu yang tidak sayang kepada anaknya, baginya anak adalah buah cintanya kepada Allah SWT yang harus ia jaga dan lindungi di mana pun dan kapan pun. Dalam hidupnya semua yang ia lakukan hanyalah untuk membahagiakan anaknya.
Seorang Ibu tidak mengharapkan imbalan apa pun dari apa yang di berikannya selama ini, tugasnya di dunia ini hanyalah memberi memberi dan memberi. Dari rahimnya lah ia melahirkan sosok-sosok manusia yang hebat. Baginya anak adalah segalanya, anak adalah separuh hidupnya, di saat sosoknya telah tiada doanya yang selalu terlantun untuk anak-anaknya.
Tiadanya dirimu menjadi semangat untuk ku untuk menjadi lebih baik, cinta dan kasih sayang mu akan selalu menuntun hidup ku, selamat jalan Ibu, Kaulah malaikat kecil ku. Terima kasih ibu, doa ku kan menuntunmu di surga.
*****

Penulis                  :  Maulana Eka Putra
e-Mail                    :  mekaputra31@yahoo.com / maulanaekaputra41@yahoo.com
Twetter                 :  https://twitter.com/#!/maulanaeputra
Sekolah                 :  SMA Negeri 66 Jakarta / 2014
Cerpen lainnya karya Maulana Eka Putra bisa dilihat dalam Cerpen Persahabatan dan Cinta dan Cerpen Sahabat Kehidupan.

No comments:

Post a Comment